DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI............................................................................................................... i
BAB
I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
dan Manfaat................................................................................... 4
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Komdisi Sumber Daya Manusia Indonesia
............................................... 5
2.2 Kesiapan Tenaga Kerja Di Indonesia dalam Menghadapi
MEA............... 6
2.3 Langkah Strategi dan Solusi dalam menghadapi MEA............................. 8
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................12
Indonesia merupakan salah satu
negara dengan kapasitas Sumber Daya Manusia yang banyak. Namun dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia-nya,
Indonesia masih sangat jauh tertinggal dengan negara tetangga seperti Malaysia,
Thailand, Filipina, dan negara lainnya. Hal ini disebakan oleh tingkat
pendidikan Indonesia masih rendah dan fasilitas yang tidak memadai sehingga
mengakibatkan kualitas tenaga kerja yang rendah, pengangguran meningkat, produktivitas menurun, serta daya saing rendah untuk mampu
menghadapi persaingan diantara tenaga kerja baik dari dalam negeri maupun
diluar negeri.
Indonesia
dengan kesembilan negara anggota ASEAN lainnya sudah
menandatangani deklarasi blueprint Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) untuk memulai
suatu langkah integrasi dari segi ekonomi. Hal ini membuat Indonesia harus
berusaha memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia serta meningkatkan jiwa saing
tenaga kerja Indonesia agar mampu bertahan
ditengah era perdangan bebas yang
akan datang. Pemerintah Indonesia harus bisa fokus
dan peduli pada masalah
tenga kerja dan segera berbenah untuk menciptakan iklim yang kondusif untuk mempercepat gerakan
pertumbuhan ekonomi melalui Sumber Daya Manusia. Pembenahan tersebut dapat dilakukan dengan peningkatan
kualitas pendidikan, pemerataan pendidikan, peningkatan kesehatan,
melakukan pelatihan kepada tenaga kerja, menyediakan fasilitas yang memadai, pembenahan struktur
ketenagakerjaan di Indonesia, dan lain – lain akan mendorong kualitas tenaga kerja. Saat sebuah negara
memiliki daya saing yang tinggi dan mampu berkompetisi
di kancah regional
dan global maka dapat dipastikan tenaga kerja yang dimiliki telah mampu
mencapai standarisasi dan memiliki reputasi yang baik yang tentunya
akan menguntungan negara.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan
menciptakan struktur baru, yaitu struktur global. Struktur tersebut mengakibatkan semua bangsa di
dunia termasuk Indonesia, mau tidak mau akan terlibat dalam suatu tatanan global
yang seragam, pola hubungan dan pergaulan yang seragam khususnya
dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Aspek Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) yang semakin pesat terutama teknologi komunikasi dan transportasi, menyebabkan issu-issu
global tersebut menjadi semakin cepat menyebar dan menerpa pada berbagai tatanan, baik tatanan politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan.
Dengan kata lain
globalisasi yang ditunjang dengan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi telah
menjadikan dunia menjadi transparan tanpa mengenal batas-batas negara. Dengan
perkembangan teknologi yang begitu pesat, masyarakat dunia khususnya masyarakat Indonesia terus berubah sejalan dengan
perkembangan teknologi, dari masyarakat pertanian ke masyarakat industri dan berlanjut ke masyarakat pasca industri yang serba
teknologis. Pencapaian tujuan dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan cenderung akan semakin ditentukan oleh penguasaan teknologi dan informasi,
walaupun kualitas sumber daya manusia (SDM) masih tetap yang utama.
Sumber daya
manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang
berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan
global yang selama ini kita abaikan.Globalisasi yang sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia
menuntut adanya efisiensi dan daya
saing dalam dunia usaha. Dalam globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional
akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan
global menurut World Competitiveness Report menempati
urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah
Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).
Dalam hal ini dapat
dilihat bahwa Indonesia masih sangat jauh tertinggal
dalam persaingan global.
Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas Sumber Daya Manusia yang sehat fisik
dan mental serta mempunyai keterampilan dan keahlian kerja, sehingga
mampu membangun mulai dari keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak
sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota keluarganya hingga mampu membangun Indonesia dalam persaingan global
(MEA) di tahun 2015.
1.2
Tujuan dan Manfaat
Adapun
tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh dari masalah diatas adalah :
1. Memberikan gambaran tentang Sumber Daya Manusia dan Tenaga Kerja Indonesia
saat ini
2. Menjelaskan kemampuan Sumber Daya Manusia dan Tenaga Kerja
Indonesia dalam menghadapi persaingan global ( MEA )
3. Memberikan solusi yang berkaitan
dengan Sumber Daya Manusia dan Tenaga
Kerja Indonesia yang masih rendah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Sumber Daya Manusia
Indonesia
Sumber Daya Manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kemajuan suatu negara. Hal
ini terbukti di negara – negara maju bahwa sumber daya
manusia sangat berperan aktif dalam memajukan negaranya untuk menjadi
penguasa dunia. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, maksudnya yakni bagaimana suatu negara menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, memiliki keterampilan,
kemampuan, kemauan, pengetahuan serta
jiwa daya saing yang tinggi dalam
menghadapi persaingan global.
Indonesia masih menghadapi masalah yang cukup serius berkenaan dengan kualitas Sumber Daya Manusia. Terkait dengan
kondisi sumber daya manusia Indonesia awalnya terdapat ketimpangan antara jumlah kesempatan
kerja dan angkatan kerja yaitu
pada masa krisis ekonomi (1998) jumlah angkatan kerja nasional sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur
terbuka (open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini berjumlah sekitar 8 juta. Tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih
relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan dasar yaitu
sekitar 63,2 %. Masalah ini menunjukkan bahwa ada
kelangkaan kesempatan kerja dan
rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor ekonomi. Lesunya
dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan
rendahnya kesempatan kerja terutama bagi
lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi
lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus
meningkat. Sampai dengan tahun 2000
ada sekitar 2,3 juta angkatan kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan
dampak semakin banyak angka pengangguran sarjana di Indonesia.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen
Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000
orang.
Masalah Sumber Daya Manusia inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia.Rendahnya Sumber Daya Manusia Indonesia diakibatkan oleh karena kurangnya penguasaan IPTEK, tingkat pendidikan manusia yang rendah, perhatian pemerintah dlama hal pendidikan juga rendah, fasilitas yang tidak memadai, dan lain lain. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing dalam Sumber Daya Manusia semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas Sumber Daya Manusia melalui pendidikan merupakan tuntutan yang harus dikedepankan.
Masalah Sumber Daya Manusia inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia.Rendahnya Sumber Daya Manusia Indonesia diakibatkan oleh karena kurangnya penguasaan IPTEK, tingkat pendidikan manusia yang rendah, perhatian pemerintah dlama hal pendidikan juga rendah, fasilitas yang tidak memadai, dan lain lain. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh karena itu dimensi daya saing dalam Sumber Daya Manusia semakin menjadi faktor penting sehingga upaya memacu kualitas Sumber Daya Manusia melalui pendidikan merupakan tuntutan yang harus dikedepankan.
2.2 Kesiapan
Tenaga Kerja Di Indonesia dalam menghadapi MEA
Dalam rangka
menjaga stabilitas politik dan keamanan regional ASEAN, meningkatkan daya saing
kawasan secara keseluruhan di pasar dunia, dan mendorong pertumbuhan ekonomi,
mengurangi kemiskinan serta meningkatkan standar hidup penduduk Negara Anggota
ASEAN, seluruh Negara Anggota ASEAN sepakat untuk segera mewujudkan integrasi
ekonomi yang lebih nyata dan meaningful yaitu ASEAN Economy Community (AEC)
atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Keterlibatan masing-masing negara dalam
kerjasama, baik multilateral maupun regional, memiliki kepentingan
sendiri-sendiri, begitu pula Indonesia memiliki kepentingan sendiri dengan
kerjasama ASEAN. Kesediaan Indonesia bersama-sama dengan sembilan Negara ASEAN
lainnya membentuk ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 didasarkan
pada keyakinan atas manfaatnya yang secara konseptual akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kawasan ASEAN.
Tantangan
yang dihadapi oleh Indonesia memasuki integrasi ekonomi ASEAN tidak hanya yang
bersifat internal di dalam negeri tetapi terlebih lagi persaingan dengan negara
sesama ASEAN dan negara lain di luar ASEAN. Tantangan lainnya adalah laju
inflasi Indonesia yang masih tergolong tinggi dibandingkan dengan Negara lain
di kawasan ASEAN. Kemampuan bersaing Sumber Daya Manusia tenaga kerja Indonesia
harus ditingkatkan baik secara formal maupun informal. Untuk itu, Indonesia
harus dapat meningkatkan kualitas tenaga kerjanya sehingga bisa digunakan baik
di dalam negeri maupun intra-ASEAN, untuk mencegah banjirnya tenaga kerja
terampil dari luar. Salah satu tantangan besar dunia pendidikan nasional kita
adalah menanamkan kesadaran kolektif sebagai bangsa yang perlu berjuang keras
untuk mencapai kemajuan, mengejar ketertinggalannya dari Negara-negara lain
dalam banyak aspek.
Bagi
Indonesia, keberadaan MEA menjadi babak awal untuk mengembangkan berbagai
kualitas perekonomian di kawasan Asia Tenggara dalam perkembangan pasar bebas.
MEA menjadi dua sisi mata uang bagi Indonesia. Di satu sisi menjadi kesempatan
yang baik untuk menunjukkan kualitas dan kuantitas produk dan Sumber Daya
Manusia Indonesia kepada negara – negara lain dengan terbuka, tetapi pada sisi
yang lain dapat menjadi titik balik untuk Indonesia apabila Indonesia tidak
dapat memanfaatkannya dengan baik. Dalam era persaingan global, Indonesia harus
memperhatikan tenaga kerja dan produksi yang tidak hanya sekedar soal
kuantitatif, tetapi juga sisi kualitatif nya. Kualitas tenaga kerja yang rendah
salah satunya diakibatkan tingkat pendidikan dan keahlian yang belum memadai.
Seperti dikutip dari Buletin Komunitas ASEAN bulan Maret 2014,
kesempatan bagi tenaga kerja baru di Indonesia 22% lebih buruk dibandingkan
filipina, Malaysia, dan Vietnam. Hal ini berdampak pada perkembangan riset dan
inovasi yang baru dalam meningkatkan daya saing yang lebih besar mengingat daya
saing Indonesia yang masih rendah diantara negara ASEAN lainnya dapat menjadi
batu sandungan dalam MEA.
Ada beberapa
persoalan mendasar yang dihadapi
Indonesia dalam rangka menghadapi MEA 2015, yaitu:
1. masih
tingginya jumlah pengangguran terselubung (disguised unemployment);
2. rendahnya
jumlah wirausahawan baru untuk mempercepat perluasan kesempatan kerja;
3. pekerja
Indonesia didominasi oleh pekerja tak terdidik sehingga produktivitas tenaga
kerja menjadi rendah;
4. meningkatnya
jumlah pengangguran tenaga kerja terdidik, akibat ketidaksesuaian antara
lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja;
5. ketimpangan
produktivitas tenaga kerja antarsektor ekonomi;
6. sektor
informal mendominasi lapangan pekerjaan, dimana sektor ini belum mendapat
perhatian optimal dari pemerintah;
7. pengangguran
di Indonesia merupakan pengangguran tertinggi dari 10 negara anggota ASEAN;
ketidaksiapan tenaga kerja terampil dalam menghadapi MEA 2015;
8. tuntutan
pekerja terhadap upah minimum, tenaga kontrak, dan jaminan sosial
ketenagakerjaan; serta
9. masalah
Tenaga Kerja Indonesia yang banyak tersebar di luar negeri.
Menurut
Immanuel Adi Pakaryanto (Corporate Human Resource Management Deputy Function
Head Triputra Group) penerapan MEA
memiliki dampak positif dan negatif dalam terhadap iklim bisnis di Indonesia
:
1) Dampak
positif : izin kerja sudah mudah.Dengan demikian bagi dunia kerja di Indonesia,
expat akan mudah masuk ke sini. Jika ditanggapi secara positif, talent-talent
lokal bisa menggali ilmu lebih dalam darinya, mengadopsi working style mereka.
Kemudian dari sisi pelaku bisnis juga tidak lagi kesulitan mencari talent yang
diinginkan untuk mengisi role-role penting, karena hunting talent sudah semakin
luas, tidak hanya scope-nya Indonesia saja. Jadi bisa dapat yang worth it
antara fee dan kualitas. Begitu juga dengan talent Indonesia, mereka berpeluang
juga untuk hijrah ke luar negeri, sepanjang kompetensi mereka mencukupi,
seperti secara English litteracy, teknis, dan sertifikasi.
2) Dampak
Negatif : Perilaku konsumtif membuat pelaku bisnis dari negara tetangga melihat
Indonesia sebagai market yang gemuk dan lemah. Jika ini tetap dipertahankan,
tidak menutup kemungkinan industri lokal akan kalah saing dengan global.
Dari
penjelasan diatas, Indonesia masih jauh tertinggal dari negara- negara ASEAN
lainnya dalam hal kualitas tenaga kerja rendah, daya saing yang rendah, tingkat
pendidikan rendah, dan lain – lain. Maka dari itu untuk menghadapi era MEA yang
penuh dengan persaingan, SDM yang berkualitas harus disiapkan karena masih
banyak industri padat karya yang kekurangan tenaga kompeten sehingga
berpengaruh kepada produktivitasnya, apalagi pada industri yang menggunakan
teknologi tinggi.
2.3 Langkah
Strategis dan Solusi dalam menghadapi MEA
Kualitas
Sumber daya Manusia yang rendah dan kesiapan tenaga kerja Indonesia yang rendah
dalam menghadapi MEAsaat ini bukan berarti Indonesai harus mundur dari
persaingan tenaga kerja pada era MEA. Justru keberadaan MEA dapat dijadikan
bagian dari mendorong kualitas dari segi pendidikan dan kemampuan agar tenaga
kerja Indonesia dapat bersaing dalam emmperebutkan lapangan pekerjaan di negara
sendiri dan negara anggota ASEAN.
Wakil Ketua
Umum Bidang Tenaga Kerja Kadin Indonesia, Benny Soetrisno menyatakan bahwa
Kadin telah menyiapkan tiga program dalam rangka menghadapi MEA 2015 yang juga
mendukung MP3EI:
1) Identifkasi
kebutuhan tenaga kerja profesional/terampil untuk mendukung 22 kegiatan ekonomi
di enam koridor ekonomi dan meningkatkan daya saing 12 sektor prioritas MEA
2015;
2) Memfasilitasi
pengembangan standar kompetensi dan pembentukan lembaga sertifikasi profesi
(LSP) oleh Asosiasi Industri terkait 22 kegiatan ekonomi di koridor ekonomi dan
12 sektor prioritas MEA 2015; serta
3) Pengembangan
Kadin Training Center (KTC) untuk mendorong pengembangan
program pelatihan berbasis kompetensi sesuai kebutuhan industri oleh Kadin
Provinsi.
Benny
Soetrisno juga menginventaris 12 sektor prioritas MEA 2015 yang disebut free
flow of skilled labor (arus bebas tenaga kerja terampil) yaitu:
perawatan kesehatan (health care), turisme (tourism), jasa
logistik (logistic services), E-ASEAN, jasa angkutan udara (air
travel transport), produk berbasis agro (agrobased products),
barang-barang elektronik (electronics), perikanan (fisheries),
produk berbasis karet (rubber based products), tekstil dan pakaian (textiles
and apparels), otomotif (automotive), dan produk berbasis kayu (wood
based products).
Saat
ini Indonesia cenderung mengalami peningkatan pendidikan apabila dilihat
berdasarkan peringkat dari AEC Scoredcard dari fase I (2008-2009), fase II
(2010-2011), fase III (2012-2013). Pada fase III Indonesia meraih peringkat
keenam dari sepuluh negara ASEAN yang lain. Meskipun sudah mengalami kemajuan
yang cukup baik, namun Indonesia masih perlu melakukan pembenahan diberbagai
sisi terutama dari segi kebijakan mengenai pendidikan yang akan menunjang para
tenaga ahli Indonesia agar mampu menandingi daya saing secara global nantinya.
Ketika pendidikan menjadi dasar bagi calon tenaga ahli tidak mampu untuk
menunjang mereka agar mampu bertahan dalam persaingan, maka disitulah Indonesia
akan jauh tertinggal. Jika dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja Indonesia
dengan masyarakat yang telah bekerja, pencapaian penyerapan tenaga kerja bisa
dikatakan cukup baik yaitu sebesar 94,08% dari keseluruhan angkatan kerja.
Namun lebih 50% tenaga kerja yang terserap berasal dari lulusan Sekolah Dasar.
Hal ini menjadi perhatian khusus pemerintah Indonesia untuk segera memperbaiki
sistem pendidikan Indonesia dan melakukan pemerataan terhadap pendidikan itu
sendiri. Kurikulum yang dibuat pemerintah diharapkan dapat membantu para calon
tenaga ahli agar bisa lebih kompeten serta disetarakan dengan standar
internasional.
Langkah
strategis lainnya untuk mempersiapkan tenaga kerja ahli dan profesional
Indonesia dalam menghadapi MEA Desember 2015 adalah Indonesia juga harus
melakukan standarisasi kualitas profesional tenaga kerja. Hal ini disebabkan
kualitas dan kuantitas tenaga kerja di negara lain jauh lebih baik dari
Indonesia. Indonesia akan menjadi penonton di negeri sendiri jika standarisasi
tidak dilakukan mengingat perusahaan – perusahaan menginginkan tenaga kerja
yang memiliki kualitas dan keahlian yang prima sehingga kegiatan usahanya dapat
berumur panjang. Hal itulah yang menjadi dasar mengapa standarisasi diperlukan
saat persaingan tenaga kerja di era MEA akan semakin ketat.
Langkah kebijakan yang dapat ditempuh dan dilaksanakan
melalui program ketenagakerjaanyaitusebagai berikut:
1. Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja,
adalah dengan:
a. menyempurnakan peraturan ketenagakerjaan
b. mengkonsolidasikan program penciptaan kesempatan
kerja
c. meningkatkan pelayanan TKI ke luar negeri dengan
murah, mudah, dan cepat
d. melakukan kerja sama pembangunan sistem informasi
terpadu pasar kerja luar negeri
2. Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga
Kerja, adalah dengan
a. meningkatkan program pelatihan berbasis
kompetensi
b.meningkatkan fungsi dan revitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) menjadi
lembaga pelatihan berbasis kompetensi
c. menyelenggarakan program pelatihan pemagangan dalam negeri dan luar negeri
d. memfasilitasi lembaga pendidikan dan pelatihan kerja
e. menyusun dan mengembangkan standar kompetensi kerja nasional
3.Program Perlindungan dan Pengembangan Lembaga Tenaga Kerja dilakukan
dengan:
a. meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga pengawas hubungan industrial;
b.meningkatkan pengawasan, perlindungan dan penegakan hukum serta keselamatan
dan kesehatan kerja
c. mengembangkan jaminan sosial tenaga kerja, dan lain –
lain.
BAB III
KESIMPULAN
Permasalahan
yang ada dalam Sumber Daya Manusia dan tenaga kerja Indonesia saat ini seperti
kualitas tenaga ahli yang rendah, pendidikan rendah, fasilitas yang
tidak memadai, daya saing rendah, pengangguran, ketidakseimbangan gaji,
produktivitas masih rendah, dan lain – lain bukan menjadikan Indonesia mundur
dan menghindari persaingan pasar bebas MEA 2015. MEA bukanlah sebuah senjata
untuk menjadikan tenaga kerja Indonesia terpuruk di regionalnya sendiri, akan
tetapi MEA membuat tenaga kerja Indonesia dapat bertukar pengalamandari negara
– negara anggota ASEAN lainnya. Dengan sebagian besar penduduknya yang berusia
produktif, akan sangat sulit membendung tenaga kerja Indonesia untuk bekerja
dan berkompetisi dalam MEA 2015. Namun, kualitas tenaga kerja Indonesia yang
masih mayoritas pada tenaga kerja informal akan menjadi masalah dalam
menghadapi MEA karena akan ada pemabatasan pada tenaga kerja informal.
Dengan
adanya MEA, kesadaran akan pentingnya kualitas dalam hidup bermasyarakat
menjadi bagian yang penting untuk mendorong daya saing dan nilai kompetisi dalam
setiap Sumber Daya Manusia. MEA harus mampu dimanfaatkan sebaik – baiknya
sebagai media mempromosikan diri dalam kancah regional dan tempat latihan untuk
tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di Internasional dengan kualitas lebih
dari negara – negara lainnya. Dengan adanya MEA Indonesia harus bisa melihat
suatu peluang yang baik untuk memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia yang ada
dengan meningkatkan daya saing, menyediakan pendidikan dan kesehatan yang
memadai, dan memberikan edukasi terhadap pentingnya MEA itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Tando,
Aveline Angrippina. 2014. Mea 2015 Ajang Kompetisi Kualitas
Tenaga Kerja.Jakarta:http://suaramahasiswa.com
Atthariq,
Muhammad. 2014. Standardisasi Tenaga Kerja Terampil Indonesia Menuju
AEC 2015. Jakarta: http://suaramahasiswa.com
Khalidi, Fardil. 2014. Business
Strategy SDM Indonesia Belum Siap Menghadapi MEA 2015.Jakarta:
http://swa.co.id
Rimandasari,
Rini A.E. 2014. kesiapan Sumber Daya Manusia (Sdm)
Indonesia Menyongsong Implementasi Masyarakat Ekonomi Asean MEA 2015. Jakarta:
http://regional.kompasiana.com
Ruryanti,
Irma. 2012. Permasalahan SDM Indonesia Dalam.html
Emperordeva’s
weblog. 2008. SDM Indonesia Dalam Persaingan Global.htm